RIASAN PENGANTIN ADAT MADURA
By :
lhagus813@gmail.com
Menurut informasi yang didapat dari idntimes Riasan
pengantin Madura Lilin berasal dari Kabupaten Sumenep, Madura. Ciri khasnya
adalah hiasan melati menyerupai lilin yang dikenakan oleh pengantin sebagai
simbol kesucian.
Menurut para budayawan, pakem dari
busana pengantin yang dikenakan adalah kebaya putih yang juga melambangkan
kemurnian hati. Sekarang, riasan ini perlahan mulai ditinggalkan. Walaupun
masih ada yang memakainya, mereka memilih mengenakan kebaya modifikasi.
Sekilas info biar nggak lupa, pada
tahun 2006 riasan ini pernah dikenakan Alya Rohali untuk pernikahannya dengan
Faiz Ramzy Rachbini.
Siraman
Sejarah
Menurut pakem adat Madura
sendri memiliki kebudayaan yang mengandung sejarah yang sudah lama, tapi
penulis baru mengetahuinya. Ketika mencermati budaya Madura, maka acuan
utamanya ialah sejarah. Tanpa melihat sejarah, maka akan sulit mencari akar budaya
tertentu. Sementara sumber sejarah beragam, baik sumber lisan maupun sumber
tertulis yang bisa dipertanggung jawabkan.
Ketika bicara pernikahan di Madura,
maka seperti seperti melewati sebuah rangkaian panjang yang cukup melelahkan.
Dimulai dari pra pertunangan yang memiliki beberapa tingkatan seperti ngin-angin, arabhas pagar, dan nyaba’ jajan. Sebuah
ritual panjang yang sarat makna. Namun yang terpenting pesan yang dikandung di
dalamnya; yaitu begitu memuliakan kaum perempuan. Ya, meminang perempuan di
Madura tidak serampangan.
Kembali pada sejarah, sejatinya kiblat
budaya sekaligus pemerintahan Madura kuna terletak di Sumenep. Hal itu tersirat
pada sebuah prasasti kuna di pintu Agung keraton Sumenep dalam bahasa Arab dan
Madura kuna, yaitu Brahmono
Hasmoro Hung Putri Hayu—yang berarti Brahmono = 6; Hasmoro = 8;
Hung = 9; Putri = 1; dan Ayu = 1. Maknanya, susunan struktur susunan
pemerintahan di Sumenep sudah ada sejak 1 Januari 986 Masehi.
Apalagi, Sumenep juga merupakan
kabupaten tertua berdasar penetapan tanggal hari jadi di empat kabupaten di
Madura. Berdiri pada dekade keenam di kurun 1200-an Masehi menunjukkan kota
kecil ini bahkan lebih tua dari kerajaan Majapahit. Sehingga dengan kata lain,
Sumenep merupakan pusat pemerintahan di dua masa kerajaan besar Nusantara;
Singhasari dan Majapahit.
Nah, dari uraian ini didapat fakta
bahwa kebudayaan berkembang dari Sumenep dan kemudian menyebar ke seluruh
pelosok di Madura, mulai dari Pamekasan, Sampang hingga Bangkalan. Namun,
karena sejak mula Sumenep berada di bawah pemerintahan raja-raja di tanah Jawa,
maka kebudayaan di Madura pada umumnya merupakan hasil pembauran dengan
kebudayaan lokal. Pengaruh pembauran ini terus berkembang, seiiring dengan
masuknya beberapa budaya luar. Seperti pengaruh Islam, budaya Arab, Cina, dan
Eropa.
Dalam hal pembauran dengan Jawa, hal
ini bisa dilihat dari tradisi sebelum prosesi perkawinan, yaitu sehari atau
malam sebelum hari pernikahan. Tradisi ini hampir sama dengan di Jawa Tengah,
hanya istilahnya saja yang beda. Tradisi yang di sana dikenal dengan istilah midodareni, di mana sang
mempelai perempuan mengenakan busana bahasan seperti kemben. Dengan busana ini
mempelai perempuan melewati serangkaian perawatan tubuh, seperti dilulur (elolor dalam bahasa
Madura) dan rambutnya diasapi dupa yang wangi. Kemudian dilanjutkan sapuan
bedak kamoridan,
yaitu bedak bida
yang sarat khasiat. Kemudian yang terakhir ialah meminum jamu khusus yang
diyakini mampu membuat tubuh menjadi harum.
Tak ayal lagi, keberadaan tata rias
pengantin di Madura ini tak hanya memiliki nilai estika maupun filosofi
positif. Tata rias pengantin atau paes
di Madura ini juga mampu menampilkan sisi beda dari kedua mempelai; yakni
mempelai perempuan terlihat menjadi lebih cantik juga anggun, dan yang pria terlihat
lebih tampan serta gagah.
Demikian
sekilas tentang Riasan Pengantin Adat Madura yang dapat saya post, terima kasih.